Minggu, 29 Juni 2025

newsonline

Menuju Kemandirian Ekonomi Rohingya



Pulau Bhasan Char dan kawasan Cox’s Bazar yang selama ini dikenal sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi Rohingya dari Myanmar, kini memasuki babak baru dalam sejarah kemanusiaan dan pembangunan kawasan. Dengan dukungan dari Asian Development Bank (ADB), dua kawasan tersebut sebenarnya dapat dirancang untuk bertransformasi menjadi komunitas mandiri yang tidak hanya tangguh dari sisi infrastruktur dasar, tetapi juga unggul dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) serta Internet of Things (IoT).

Langkah besar ini, ditandai dengan persetujuan bantuan hibah senilai US$58,6 juta dari Dana Pembangunan Asia (ADF) dan pinjaman lunak sebesar US$28,1 juta. Bantuan ini bertujuan untuk memperkuat layanan dasar dan membangun kapasitas masyarakat pengungsi serta komunitas lokal yang menjadi tuan rumah. Lebih dari sekadar pembangunan fisik, proyek ini juga merancang masa depan digital yang inklusif dan berbasis teknologi tinggi.

ADB menyatakan bahwa proyek ini akan memberikan layanan terintegrasi dan peningkatan mata pencaharian bagi para pengungsi dan masyarakat lokal, melalui penyediaan air bersih, sanitasi, drainase, keamanan, serta pembangunan jalan dan jembatan. Namun yang paling menjanjikan adalah komitmen untuk membuka akses digital dan konektivitas di wilayah terpencil ini, menjadikannya kawasan percontohan integrasi teknologi dengan pengungsi.

Di Bhasan Char dan Cox’s Bazar, infrastruktur digital akan menjadi salah satu prioritas jangka menengah. Rencana pembangunan pusat pelatihan teknologi, jaringan internet berbasis satelit, serta integrasi aplikasi IoT untuk manajemen air, energi terbarukan, dan keamanan komunitas, menunjukkan bahwa pengungsi tidak lagi dipandang sebagai beban, tetapi sebagai potensi sumber daya manusia masa depan.

Kawasan ini akan menjadi ladang eksperimen sosial sekaligus inkubator teknologi. Anak-anak dan remaja dari kalangan pengungsi akan mendapatkan pelatihan di bidang coding, penggunaan perangkat pintar, dan pengelolaan data untuk pengembangan komunitas mereka sendiri. Dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang, Bhasan Char berpeluang menjadi contoh komunitas digital berbasis solidaritas.

Salah satu komponen penting proyek ini adalah rehabilitasi sistem drainase dengan pendekatan berbasis alam serta instalasi lampu jalan tenaga surya. Di samping manfaat ekologis dan efisiensi energi, sistem ini akan dipadukan dengan sensor-sensor IoT untuk mendeteksi genangan, cuaca ekstrem, serta pergerakan penduduk pada malam hari, menciptakan ekosistem teknologi yang adaptif.

Kebutuhan pangan, air bersih, dan energi akan dikelola melalui sistem berbasis data. Produksi biogas di Bhasan Char akan ditingkatkan dengan sistem otomatisasi, sehingga dapur umum pengungsi dapat beroperasi secara efisien dan berkelanjutan. Di saat yang sama, pusat distribusi pangan yang dibangun akan menggunakan pemindai biometrik dan sistem digital untuk menghindari ketimpangan distribusi.
Untuk menjamin keberlanjutan, pelatihan-pelatihan teknis akan digelar di dalam komunitas, menggandeng mitra teknologi dari dalam dan luar negeri. Para pemuda dari kalangan pengungsi akan dilibatkan langsung dalam pengelolaan sistem ICT dan IoT. Dengan begitu, mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan penjaga sistem yang menopang kehidupan komunitas mereka.

Di Cox’s Bazar, pembangunan pabrik pengolahan air permukaan dan pipanisasi menuju wilayah Teknaf menjadi tonggak lain dalam proyek transformasi ini. Sistem pengolahan air tersebut dirancang untuk dikelola dengan kendali otomatis dan sistem deteksi kualitas air berbasis IoT, menjamin efisiensi dan keamanan pasokan air untuk ribuan jiwa.

Pendidikan juga akan mendapat porsi besar dalam pengembangan komunitas digital ini. Sekolah-sekolah darurat yang berfungsi ganda sebagai tempat pengungsian akan dilengkapi dengan fasilitas komputer, akses internet, dan modul pembelajaran digital dalam berbagai bahasa. Hal ini diharapkan mempercepat proses integrasi ilmu dan teknologi dalam kehidupan anak-anak pengungsi.

Langkah inovatif ini tidak terlepas dari semangat ADB untuk menjadikan pembangunan sebagai proses yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Sejak 2018, ADB telah menyalurkan bantuan lebih dari US$171 juta untuk mendukung pengungsi Rohingya dan komunitas lokal, namun proyek terbaru ini menandai transisi dari bantuan darurat menuju pembangunan jangka panjang berbasis teknologi.

Pemerintah Bangladesh juga menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung pendekatan baru ini. Dengan memperkuat kapasitas institusi lokal, proyek ini juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola proyek berteknologi tinggi dan menjamin pemeliharaan sistem digital yang dibangun.

Meski lebih dari satu juta pengungsi Rohingya masih berada dalam situasi tidak pasti, langkah menuju digitalisasi komunitas ini memberikan harapan baru. Di tengah keterbatasan, hadir peluang besar bagi anak-anak Rohingya untuk melangkah sejajar dalam dunia teknologi global.

Selain memperkuat kohesi sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal, transformasi digital ini juga membuka kemungkinan kerja sama lintas batas dalam bidang teknologi kemanusiaan. Bhasan Char dan Cox’s Bazar berpotensi menjadi lokasi studi dan replikasi di negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa.

Dengan memanfaatkan energi terbarukan, sistem pintar, dan pelibatan komunitas, proyek ini menjawab tantangan abad ke-21 dengan solusi berkelanjutan. Bukan tidak mungkin dalam beberapa dekade mendatang, lulusan komunitas digital Rohingya akan menjadi inovator global di bidang teknologi kemanusiaan.

Dunia kini menatap Bhasan Char dan Cox’s Bazar bukan sekadar sebagai lokasi kamp pengungsi, tetapi sebagai titik awal munculnya komunitas tangguh, adaptif, dan maju secara teknologi. Proyek ini bisa menjadi bukti bahwa masa depan yang cerah dapat dimulai dari tempat yang selama ini dipandang sebagai simbol penderitaan.

Jika sukses, proyek ini akan menjadi preseden penting bagi bagaimana pengungsi bisa menjadi agen perubahan. ADB dan Bangladesh sedang menulis ulang narasi pengungsi—dari korban konflik menjadi pelopor teknologi. Sebuah perjalanan panjang baru saja dimulai di tengah Laut Bengal.

newsonline

About newsonline

Terkenal dengan ragam kulinernya yang lezat, ibu kota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar yang berada di luar Pulau Jawa. Memiliki luas 265,1 kilometer persegi, letak Medan yang berada dekat dengan Selat Malaka menjadikannya sebagai kota perdagangan, bisnis, dan industri yang sangat penting di Indonesia.

Subscribe to this Blog via Email :
Perumahan Islami |   • Bisnis Bakrie |   • Bisnis Kalla |   • Rancang Ulang |   • Bisnis Khairul Tanjung |   • Chow Kit |   • Pengusaha |   • Ayo Buka Toko |   • Wisata |   • Medco |   • Fansur |   • Autopart |   • Rumpin |   • Berita Aja |   • SWPD |   • Polemik |   • Perkebunan |   • Trumon |   • Legenda Putri Hijau |   • Ambalat conflictTerumbu Karang |   • Budidaya Ikan Hias Air Tawar |   • Budidaya Sawit |   • FlyDubai |   • PT Skunk Engineering Jakarta |   • Sejarah |   • They Rape Aour Grandma |   • Museum Sumut |   • Sorkam |   • Study |   • Indonesian University |   • Scholarship in Indonesia |   • Arabian InvestorsD-8 |   • BRIC-MIT |   • Negeriads-ku |   • Panen Iklan |   • PPC Indo |   • Adsensecamp |   • PPCMuslim |   • Iklan-ku |   • Iklan Buku |   • Internet Desa |   • Lowongan Kerja |   • Cari Uang Online |   • Pengusaha Indonesia |   • Indonesia Defense |   • Directory Bisnis |   • Inpire |   • Biofuel |   • Innovation |  
loading...