Selasa, 01 Juli 2025

newsonline

Kabul Desak Tehran Permudah Pengembalian Aset Pengungsi Afghanistan


Pemerintah Kabul menegaskan bahwa mereka tengah melakukan pembicaraan serius dengan otoritas Iran mengenai pengembalian dana milik para pengungsi Afghanistan yang telah tinggal bertahun-tahun di Iran. Wakil Perdana Menteri Imarah Islam Afghanistan, Maulawi Abdul Salam Hanafi, menyatakan bahwa pembahasan ini meliputi hak-hak ekonomi para pengungsi, termasuk dana pribadi, tabungan, serta berbagai aset yang dimiliki selama tinggal di Iran. Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya arus kepulangan pengungsi ke Afghanistan dalam beberapa bulan terakhir.

Isu pengembalian dana pengungsi menjadi salah satu titik krusial dalam hubungan bilateral Afghanistan dan Iran, mengingat ratusan ribu warga Afghanistan telah hidup, bekerja, dan membangun kehidupan di Iran selama puluhan tahun, baik secara legal maupun tidak. Banyak dari mereka memiliki simpanan di lembaga keuangan, menerima gaji dari pekerjaan informal, atau bahkan memiliki aset usaha kecil dan properti. Namun, status hukum yang tidak pasti kerap membuat mereka kesulitan mengakses atau membawa pulang kekayaan mereka saat kembali ke tanah air.

Hingga kini, konektivitas sistem keuangan antara Iran dan Afghanistan masih terbatas. Meski kedua negara secara geografis berdekatan dan memiliki hubungan ekonomi historis, sistem perbankan mereka tidak sepenuhnya terintegrasi, terlebih sejak perubahan kekuasaan di Kabul pada Agustus 2021. Pemerintah Iran tetap menjalin hubungan pragmatis dengan pemerintahan Kabul saat ini, namun sanksi internasional terhadap Iran serta ketidakjelasan status pemerintahan Afghanistan di forum internasional menjadi hambatan utama.

Ketiadaan sistem perbankan yang terkoneksi menyebabkan pengungsi kerap membawa uang secara fisik ketika kembali ke Afghanistan, yang meningkatkan risiko pencurian, pemerasan, atau kehilangan. Di sisi lain, pengiriman uang secara elektronik antarbank belum bisa berjalan mulus karena Afghanistan belum kembali terhubung dengan sistem pembayaran global seperti SWIFT, dan infrastruktur finansialnya masih dalam tahap pemulihan. Iran sendiri menghadapi kendala serupa akibat sanksi Barat atas program nuklirnya.

Meski demikian, kedua negara mulai menunjukkan itikad memperbaiki saluran komunikasi keuangan. Beberapa laporan menyebutkan bahwa bank-bank lokal di perbatasan, terutama di wilayah Herat dan Nimroz di Afghanistan, serta di provinsi Sistan-Baluchestan di Iran, mulai mencari skema lokal untuk memfasilitasi transaksi lintas batas secara terbatas. Pembahasan lebih lanjut soal kerja sama antarbank di bawah otoritas lokal menjadi bagian dari upaya Kabul agar pengungsi bisa menarik kembali dana mereka secara sah dan aman.

Menurut sejumlah pejabat di Kabul, pembahasan dengan Iran tak hanya soal uang yang masih tersimpan di rekening, tetapi juga mencakup gaji tertunda, pembayaran proyek, dan kompensasi atas kerugian usaha pengungsi yang terpaksa ditinggalkan saat eksodus terjadi. Banyak pengungsi Afghanistan, khususnya yang sudah tinggal sejak era 1980-an, telah mendirikan usaha seperti toko kelontong, restoran, atau berdagang di pasar tradisional di kota-kota Iran. Namun, sebagian besar usaha ini tidak didaftarkan secara resmi karena keterbatasan status hukum.

Pihak Kabul juga menekankan pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam menyelesaikan masalah ini. Mereka meminta agar Iran memberikan kelonggaran dalam pencairan dana, tidak semata-mata berdasarkan dokumen formal yang sulit dimiliki oleh pengungsi. Di sisi lain, pemerintah Iran juga memiliki kekhawatiran terkait kemungkinan pencucian uang atau penyalahgunaan dana jika tidak diatur dengan ketat. Oleh karena itu, diskusi teknis antara otoritas keuangan kedua negara menjadi sangat krusial untuk menjembatani kepentingan ini.

Di tengah keterbatasan kerja sama antarbank, muncul alternatif jalur informal seperti sistem hawala, yang selama ini memang menjadi sarana utama transfer dana di Asia Selatan dan Timur Tengah. Namun, Kabul menyatakan bahwa mereka ingin menghindari ketergantungan pada sistem ini karena rawan manipulasi, sulit ditelusuri, dan tidak memberi perlindungan hukum kepada pengirim maupun penerima. Kabul berupaya mendorong pembentukan mekanisme formal meski dengan keterbatasan teknologi dan pengakuan internasional.

Jika pembicaraan ini berhasil, maka ini akan menjadi tonggak baru dalam hubungan ekonomi Iran-Afghanistan. Selain memberi kepastian kepada pengungsi, pengembalian dana ini juga bisa menghidupkan kembali roda ekonomi lokal di Afghanistan yang masih terpukul akibat pembekuan aset luar negeri dan terhentinya sebagian besar bantuan internasional. Kabul berharap, dana yang dibawa pulang oleh pengungsi bisa digunakan untuk membangun usaha kecil, membeli lahan pertanian, atau menyekolahkan anak-anak mereka.

Bagi Iran sendiri, penyelesaian isu ini dapat memperkuat posisinya sebagai mitra regional yang bertanggung jawab, sekaligus memperingan beban sosial akibat penampungan pengungsi yang telah berlangsung puluhan tahun. Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah pengungsi Afghanistan terbesar, dan tantangan ekonomi domestik membuat tekanan publik terhadap kehadiran pengungsi semakin tinggi. Mendorong repatriasi sukarela dan terhormat menjadi solusi jangka panjang yang kini mulai dibicarakan secara konkret.

Dukungan internasional dalam bentuk teknis dan diplomatik dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan proses ini. Lembaga seperti UNHCR dan IOM bisa memainkan peran sebagai mediator atau fasilitator untuk membantu verifikasi data pengungsi dan penyusunan mekanisme pembayaran lintas batas. Selain itu, negara-negara seperti Qatar dan Turki, yang memiliki hubungan baik dengan kedua pihak, bisa menjadi sponsor politik atau teknis dalam mewujudkan sistem keuangan bilateral yang aman.

Jika skema ini terbentuk, maka kemungkinan Afghanistan dan Iran bisa mengembangkan sistem settlement regional berbasis mata uang lokal atau dinar digital. Beberapa ekonom menyebutkan bahwa peluang untuk menciptakan sistem pembiayaan Islam antar negara tetangga dapat dimulai dari kasus ini. Kabul sendiri sebelumnya pernah menyatakan niat untuk membangun sistem keuangan syariah yang independen dari pengaruh Barat, dan Iran memiliki infrastruktur perbankan syariah yang lebih matang.

Namun, semua ini masih berada pada tahap negosiasi awal. Sejauh ini, belum ada rincian resmi mengenai skema teknis atau batas waktu yang disepakati. Akan tetapi, pernyataan terbuka dari pejabat tinggi Kabul menunjukkan bahwa isu ini mulai menjadi prioritas. Di tengah tekanan ekonomi yang dihadapi warga Afghanistan, setiap dana yang bisa dipulangkan dari luar negeri akan sangat berarti dalam menstabilkan situasi sosial dan mendukung proses reintegrasi warga yang pulang.

Penting juga dicatat bahwa repatriasi pengungsi Afghanistan dari Iran tidak hanya persoalan ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan dan hak asasi. Para pengungsi yang selama ini hidup dalam keterbatasan dan diskriminasi berharap kepulangan mereka tidak hanya membawa trauma, tetapi juga membawa harapan. Dana yang berhasil mereka kumpulkan selama bekerja di Iran adalah hasil jerih payah bertahun-tahun, dan menjadi bagian penting dalam membangun masa depan yang lebih baik di tanah kelahiran.

Pemerintah Kabul juga berharap bahwa penyelesaian isu dana pengungsi ini dapat membuka jalan kerja sama ekonomi yang lebih luas dengan Iran. Mulai dari perdagangan lintas batas, pembangunan jalur transportasi, hingga kolaborasi sektor energi. Kedua negara memiliki sejarah hubungan panjang dan potensi ekonomi yang besar jika mampu menempatkan isu-isu kemanusiaan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.

Situasi ini sekaligus menjadi ujian bagi Kabul dalam menunjukkan kapasitasnya sebagai otoritas yang mampu melindungi warganya, baik di dalam maupun di luar negeri. Jika mereka berhasil membawa pulang hak-hak ekonomi pengungsi dengan selamat dan adil, maka kepercayaan publik terhadap pemerintahan Kabul juga akan meningkat. Di sisi lain, Iran pun bisa menunjukkan bahwa di tengah tekanan internasional, ia tetap mampu menjalin hubungan yang bertanggung jawab dengan tetangganya.

Dengan semua dinamika ini, pembicaraan antara Kabul dan Iran mengenai pengembalian dana pengungsi menjadi lebih dari sekadar isu keuangan. Ia menjadi simbol kerja sama regional di tengah keterbatasan global. Dunia akan menanti, apakah diplomasi ekonomi ini akan membuahkan hasil konkret atau sekadar janji di tengah kabut geopolitik yang tak kunjung sirna.

newsonline

About newsonline

Terkenal dengan ragam kulinernya yang lezat, ibu kota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar yang berada di luar Pulau Jawa. Memiliki luas 265,1 kilometer persegi, letak Medan yang berada dekat dengan Selat Malaka menjadikannya sebagai kota perdagangan, bisnis, dan industri yang sangat penting di Indonesia.

Subscribe to this Blog via Email :
Perumahan Islami |   • Bisnis Bakrie |   • Bisnis Kalla |   • Rancang Ulang |   • Bisnis Khairul Tanjung |   • Chow Kit |   • Pengusaha |   • Ayo Buka Toko |   • Wisata |   • Medco |   • Fansur |   • Autopart |   • Rumpin |   • Berita Aja |   • SWPD |   • Polemik |   • Perkebunan |   • Trumon |   • Legenda Putri Hijau |   • Ambalat conflictTerumbu Karang |   • Budidaya Ikan Hias Air Tawar |   • Budidaya Sawit |   • FlyDubai |   • PT Skunk Engineering Jakarta |   • Sejarah |   • They Rape Aour Grandma |   • Museum Sumut |   • Sorkam |   • Study |   • Indonesian University |   • Scholarship in Indonesia |   • Arabian InvestorsD-8 |   • BRIC-MIT |   • Negeriads-ku |   • Panen Iklan |   • PPC Indo |   • Adsensecamp |   • PPCMuslim |   • Iklan-ku |   • Iklan Buku |   • Internet Desa |   • Lowongan Kerja |   • Cari Uang Online |   • Pengusaha Indonesia |   • Indonesia Defense |   • Directory Bisnis |   • Inpire |   • Biofuel |   • Innovation |  
loading...