Senin, 19 Mei 2025

Admin2

Media Sosial Kelembagaan Umat Islam Tanah Batak Perlu Aktif Suarakan Hati Nurani Warga

Di era digital yang begitu dinamis seperti sekarang, media sosial telah menjadi ruang publik utama tempat opini dibentuk, identitas ditampilkan, dan solidaritas dikukuhkan. Namun sangat disayangkan, di Tanah Batak khususnya di Kabupaten Humbang Hasundutan, Toba, Samosir, dan Tapanuli Utara, media sosial kelembagaan umat Islam justru tampak lesu dan nyaris tak terdengar gaungnya.

Padahal, jumlah umat Islam di wilayah-wilayah tersebut terus menunjukkan peningkatan baik secara jumlah maupun keterlibatan sosial. Tak sedikit di antara mereka yang aktif sebagai konten kreator di platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram. Mereka hadir dengan semangat, kreativitas, dan kepedulian terhadap syiar Islam serta pelestarian identitas keislaman di tengah masyarakat Batak yang plural.

Namun begitu, konten-konten yang mereka produksi sering kali tenggelam dalam derasnya arus informasi nasional yang begitu padat. Konten yang dibuat dengan niat dakwah dan edukasi sering tidak mendapatkan eksposur maksimal kecuali jika mengangkat isu-isu kontroversial seperti debat agama atau apologetika, yang sayangnya malah bisa memicu polarisasi.

Lebih ironis lagi, meskipun banyak tokoh umat Islam dari kalangan intelektual, ulama, hingga aktivis muda yang melek teknologi, hampir tak ada akun resmi lembaga keislaman di Tanah Batak yang eksis dan aktif di dunia digital. Bahkan akun Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kabupaten Toba dan sekitarnya tidak ditemukan di platform populer seperti TikTok, Instagram, Twitter, maupun YouTube saat artikel ini ditulis.

Ketiadaan akun media sosial resmi dari lembaga keislaman seperti MUI, JBMI (Jamiyah Batak Muslim Indonesia), PBI (Persatuan Batak Islam), IKBI, dan Ikabamus menjadikan ruang dakwah menjadi personal dan sporadis. Tidak ada saluran resmi yang dapat menyuarakan sikap umat Islam secara kolektif dan terstruktur, terlebih dalam isu-isu yang menyangkut kepentingan strategis umat di tingkat daerah maupun nasional.

Di tingkat kecamatan dan desa, kondisi ini bahkan lebih sepi lagi. Belum terlihat adanya inisiatif kelembagaan Islam untuk mengelola akun media sosial sebagai media dakwah maupun sarana komunikasi antarwarga muslim yang tersebar di desa-desa. Padahal, akun-akun ini bisa menjadi sarana penguatan identitas dan kebanggaan umat Islam sebagai bagian dari tanah Batak.

Salah satu kerugian terbesar dari vakumnya akun kelembagaan ini adalah tidak adanya kanal resmi untuk menyuarakan isu-isu yang membutuhkan perhatian nasional, seperti peristiwa persekudi (diskriminasi) terhadap umat Islam, pembakaran masjid, atau perlakuan tidak adil terhadap simbol-simbol keislaman. Dalam kondisi seperti ini, umat Islam di Tanah Batak hanya mengandalkan opini pribadi yang rawan disalahartikan atau bahkan diabaikan.

Padahal, jika akun-akun resmi MUI dan ormas Islam hadir secara aktif dan dikelola profesional, berbagai peristiwa penting dapat disuarakan secara elegan, berwibawa, dan bertanggung jawab. Ini bukan soal eksistensi digital semata, tapi juga tentang membangun kepercayaan publik terhadap umat Islam sebagai bagian dari elemen bangsa yang aktif dan solutif.

Lebih dari itu, kehadiran media sosial kelembagaan bisa dimanfaatkan untuk dakwah secara terstruktur. Materi-materi keislaman khas Batak seperti sejarah masuknya Islam di Tanah Batak, tokoh-tokoh ulama Batak, serta kearifan lokal yang sejalan dengan nilai-nilai Islam bisa dikemas dalam format yang menarik dan edukatif untuk masyarakat luas.

Selain konten dakwah, akun resmi lembaga juga bisa menjadi pusat informasi kegiatan sosial keagamaan, edukasi, pelatihan, dan advokasi. Dengan manajemen konten yang baik, akun ini bisa berfungsi sebagai kanal literasi digital umat Islam Batak sekaligus pelopor dalam menghadirkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin di media sosial.

Untuk mewujudkan hal tersebut, sinergi antara generasi muda kreatif dengan para tokoh kelembagaan sangat diperlukan. Generasi muda yang sudah memiliki kemampuan teknis dalam membuat konten dan mengelola media sosial bisa diberdayakan sebagai tim komunikasi digital bagi MUI, JBMI, PBI dan lainnya di tingkat kabupaten hingga desa.

Pembentukan tim media sosial di bawah struktur resmi lembaga menjadi langkah awal yang strategis. Tim ini bisa bertugas membuat konten harian, menyusun narasi kelembagaan, serta memastikan pesan-pesan keislaman tersampaikan secara konsisten dan konstruktif. Ini sekaligus menjadi ladang amal jariyah bagi para pengurus dan aktivis dakwah.

Lebih jauh lagi, pelatihan digital untuk para pengurus dan da’i juga perlu digalakkan. Dengan pemahaman yang memadai tentang algoritma media sosial, strategi distribusi konten, dan manajemen akun, lembaga keislaman di Tanah Batak bisa bersaing dengan arus informasi yang masif dari berbagai penjuru.

Sudah saatnya umat Islam di Tanah Batak tidak hanya menjadi penonton atau komentator dalam lalu lintas informasi digital nasional. Mereka harus menjadi pemain aktif yang bisa memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menyuarakan kebaikan, memperkuat solidaritas umat, dan menjaga kehormatan Islam dalam bingkai kebudayaan Batak yang inklusif.

Apalagi, dalam konteks Indonesia yang rawan disinformasi dan polarisasi, kehadiran akun resmi lembaga keislaman akan menjadi rujukan utama bagi publik. Ini akan menepis kesan bahwa umat Islam di wilayah minoritas tidak memiliki wadah representatif yang terpercaya di media sosial.

Tidak hanya itu, akun-akun ini bisa memperkuat komunikasi internal umat, menyatukan gerakan, serta menyampaikan informasi penting kepada warga muslim yang tersebar di berbagai desa terpencil. Kehadiran digital menjadi jembatan komunikasi di tengah keterbatasan fisik dan jarak.

Dengan mengaktifkan media sosial kelembagaan, umat Islam di Tanah Batak akan memiliki panggung kolektif yang kuat. Mereka bisa berbicara bukan hanya atas nama individu, tetapi sebagai bagian dari komunitas yang solid, beradab, dan siap membangun peradaban melalui dakwah digital.

Langkah ini memang membutuhkan keseriusan, komitmen, dan keberlanjutan. Namun jika dilakukan dengan niat yang lurus dan strategi yang tepat, media sosial kelembagaan bisa menjadi salah satu tonggak kebangkitan umat Islam di Tanah Batak, baik dari sisi eksistensi maupun kontribusi nyata bagi bangsa dan agama.

Admin2

About Admin2

Terkenal dengan ragam kulinernya yang lezat, ibu kota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar yang berada di luar Pulau Jawa. Memiliki luas 265,1 kilometer persegi, letak Medan yang berada dekat dengan Selat Malaka menjadikannya sebagai kota perdagangan, bisnis, dan industri yang sangat penting di Indonesia.

Subscribe to this Blog via Email :
Perumahan Islami |   • Bisnis Bakrie |   • Bisnis Kalla |   • Rancang Ulang |   • Bisnis Khairul Tanjung |   • Chow Kit |   • Pengusaha |   • Ayo Buka Toko |   • Wisata |   • Medco |   • Fansur |   • Autopart |   • Rumpin |   • Berita Aja |   • SWPD |   • Polemik |   • Perkebunan |   • Trumon |   • Legenda Putri Hijau |   • Ambalat conflictTerumbu Karang |   • Budidaya Ikan Hias Air Tawar |   • Budidaya Sawit |   • FlyDubai |   • PT Skunk Engineering Jakarta |   • Sejarah |   • They Rape Aour Grandma |   • Museum Sumut |   • Sorkam |   • Study |   • Indonesian University |   • Scholarship in Indonesia |   • Arabian InvestorsD-8 |   • BRIC-MIT |   • Negeriads-ku |   • Panen Iklan |   • PPC Indo |   • Adsensecamp |   • PPCMuslim |   • Iklan-ku |   • Iklan Buku |   • Internet Desa |   • Lowongan Kerja |   • Cari Uang Online |   • Pengusaha Indonesia |   • Indonesia Defense |   • Directory Bisnis |   • Inpire |   • Biofuel |   • Innovation |  
loading...