Basij, pasukan milisi sukarela Iran yang dibentuk setelah Revolusi Islam 1979, kembali menjadi sorotan dalam berbagai wacana pertahanan jika terjadi invasi besar-besaran dari Israel dan sekutunya. Didirikan oleh Ayatollah Khomeini, Basij merupakan simbol mobilisasi rakyat Iran dan dikenal sebagai tulang punggung kekuatan pertahanan sipil negara tersebut. Dengan lebih dari 25 juta anggota cadangan dan sekitar 600 ribu personel siap tempur, Basij bukan sekadar organisasi militer, tetapi juga bagian integral dari struktur sosial dan politik Iran.
Dalam skenario invasi besar oleh Israel, Amerika Serikat, dan negara Barat lainnya, Basij diproyeksikan sebagai garda terdepan dalam menghadang gelombang awal serangan. Karena mereka memiliki struktur yang menjangkau hampir setiap desa, kota, dan kecamatan di Iran, mobilisasi Basij bisa dilakukan secara cepat, terdesentralisasi, dan berskala nasional. Ini menjadikan mereka bukan hanya pasukan tempur, tetapi juga komando lokal yang mampu menyusun pertahanan teritorial.
Mobilisasi besar-besaran 25 juta anggota cadangan Basij akan bergantung pada tiga faktor utama: kesiapan struktur komando lokal, pengamanan jalur logistik, dan penyesuaian cepat terhadap blokade ekonomi dan militer. Pemerintah Iran diyakini telah menyiapkan skenario semacam ini sejak lama, dengan jaringan pasokan yang mengandalkan produksi dalam negeri dan distribusi melalui jalur-jalur tersembunyi serta basis-basis logistik di pedalaman.
Di tengah invasi dan blokade ekonomi total, Basij juga akan mengambil alih fungsi-fungsi sosial yang biasanya dijalankan oleh negara. Mereka akan menjaga distribusi pangan, pengamanan fasilitas publik, serta mempertahankan moral masyarakat. Dengan memanfaatkan masjid, sekolah, dan balai desa sebagai pusat logistik dan informasi, Basij berperan sebagai penghubung antara pemerintah pusat dan rakyat selama masa krisis.
Keterlibatan Basij dalam perang asimetris, seperti saat Perang Iran-Irak, membuktikan bahwa mereka bukan sekadar pasukan konvensional. Mereka berpengalaman dalam melakukan perlawanan berlarut, sabotase infrastruktur musuh, dan operasi psikologis terhadap pasukan lawan. Jika invasi terjadi, strategi defensif Iran akan mengandalkan kekuatan seperti ini untuk memperpanjang konflik dan memaksa musuh masuk ke dalam zona pertahanan darat yang sulit.
Skenario invasi juga memungkinkan Basij mengaktifkan jaringan komunikasi internal non-elektronik berbasis manusia untuk menghindari sabotase elektronik dari musuh. Di saat sistem komunikasi militer dan sipil modern diserang, Basij dapat mengandalkan sistem kurir, sinyal visual, hingga pengiriman pesan melalui radio lokal dan pengeras suara masjid.
Blokade ekonomi dan embargo pangan tidak akan serta merta memutus rantai pasokan jika Basij berhasil menjaga sentra-sentra produksi dalam negeri, seperti ladang gandum, ternak, dan pabrik makanan di wilayah pedalaman. Dengan sistem distribusi komunitas dan gotong-royong yang sudah terbentuk lama, Basij akan menjadi pelindung ekonomi subsisten masyarakat Iran.
Kekuatan utama Basij bukan terletak pada teknologi atau persenjataan canggih, melainkan pada militansi dan loyalitas ideologis. Sebagian besar anggotanya berasal dari kalangan religius dan tradisional yang percaya bahwa mempertahankan negara adalah bagian dari ibadah. Ini membuat mereka siap menghadapi konflik jangka panjang tanpa insentif material besar, sebuah faktor yang tak bisa ditandingi oleh pasukan profesional biasa.
Ketika pemerintah pusat Iran kemungkinan lumpuh atau terisolasi akibat serangan, Basij akan berfungsi sebagai "pemerintah darurat" di wilayah masing-masing. Mereka memiliki otonomi operasional yang cukup untuk mengambil alih fungsi administratif lokal, memastikan stabilitas, dan mencegah kekacauan sosial yang bisa dimanfaatkan musuh.
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa Basij mampu mengubah desa-desa menjadi benteng, menjadikan jalan-jalan sebagai perangkap musuh, serta menjadikan masyarakat sebagai mata dan telinga pertahanan nasional. Dalam perang kota, kemampuan ini akan menjadi mimpi buruk bagi pasukan invasi.
Untuk mempertahankan pasokan senjata dan amunisi, Iran diyakini telah menyiapkan cadangan besar yang tersembunyi di pegunungan, gurun, dan bunker-bunker bawah tanah. Basij memiliki akses ke senjata ringan dan bahan peledak buatan lokal, cukup untuk menopang perang gerilya selama bertahun-tahun.
Secara paralel, unit-unit Basij yang berada di bidang siber dan informasi akan menjalankan propaganda dan kontra-propaganda, membendung infiltrasi psikologis dari media asing, serta memproduksi narasi nasionalistik guna menjaga semangat juang rakyat Iran.
Walau Basij tidak selalu hadir dalam latihan rutin, pada masa krisis nasional seperti invasi asing, struktur dan semangat Basij justru menjadi elemen kunci dalam mempertahankan keutuhan negara. Iran tidak menempatkan seluruh harapan pada Angkatan Bersenjata reguler, tetapi juga pada kekuatan sipil bersenjata ini.
Pasukan-pasukan Basij perempuan juga akan terlibat dalam bidang kesehatan, pendidikan darurat, serta logistik. Ini merupakan bagian dari mobilisasi total, di mana semua unsur masyarakat diberdayakan. Tidak hanya pria, perempuan dan bahkan remaja pun sudah terlatih untuk situasi semacam ini.
Kemampuan Basij untuk menyatu dengan rakyat dan menyerap aspirasi akar rumput membuat mereka bukan hanya aktor militer, tapi juga politis. Mereka bisa mengorganisir masyarakat secara cepat dan memberi tekanan kepada pejabat lokal untuk bergerak lebih aktif dalam krisis.
Jika blokade terus berlanjut, Basij akan berperan besar dalam menghidupkan ekonomi bawah tanah dan pertukaran barter antarwilayah. Komoditas akan bergerak melalui jaringan informal mereka yang tersebar hingga ke perbatasan.
Secara keseluruhan, keberadaan Basij dalam skenario perang total menjadikan Iran bukan negara yang mudah ditaklukkan. Meski kalah dalam teknologi atau aliansi internasional, kekuatan rakyat bersenjata yang loyal dan tersebar luas inilah yang menjadi benteng terakhir republik Islam tersebut.
Di era modern yang mengandalkan drone dan rudal presisi, Basij mengingatkan dunia bahwa kekuatan sebuah bangsa tetap ditentukan oleh solidaritas rakyatnya. Invasi ke Iran mungkin bisa menghancurkan infrastruktur, namun tidak akan mudah menghancurkan semangat juang Basij yang telah terpatri sejak 1979.
Dibuat oleh AI