Selasa, 16 Maret 2004

newsonline

Medan: Di Sini Lahir Pengusaha-pengusaha Tangguh

 

Kamis, 07 Agustus 2003
Oleh : Kusnan M. Djawahir

Memulai bisnis ketika suku bunga perbankan berada di level 30%-32%. Benar-benar nekat. Itulah yang dilakukan Rahmat Shah, pengusaha sukses asal Medan.

Berkat kenekatan dan kejelian mengendus peluang bisnis plus keseriusan menerjuninya, mantan Konsulat Jenderal Kehormatan Republik Turki itu mampu mengibarkan beberapa perusahaan dengan bisnis beragam: perkebunan, real estate, ekspor-impor, perdagangan, kontraktor dan manufaktur. Bahkan, ia pun berekspansi ke luar Medan, antara lain mendirikan PT Indal Compact Aluminium Industries di Bekasi, Jawa Barat.

Pengusaha Medan, termasuk dari kalangan keturunan Tionghoa memang dikenal nekat dan ulet dalam berbisnis. Mereka juga dikenal jago dagang. "Ini pengaruh dari kultur masyarakat di sana," tutur pengamat bisnis dan pemasaran Jahja B. Soenarjo. Di samping itu, mereka juga saling membantu, walaupun di kalangan umum terkenal licik.

Kenekatan dan keuletan itulah yang kemudian melahirkan pengusaha tangguh. Jahja mengamati, ada sejumlah perusahaan besar yang tumbuh dari Medan. Sebut saja Grup KPM (produsen minyak goreng, salah satu mereknya Sania), Darmex (produsen CPO), Grup Musim Mas (kelapa sawit), Raja Garuda Mas (properti, pulp dan perkayuan), Kesawan (bank dan properti), Mopoli Raya (kelapa sawit), Trophy Tour (tour and travel), Grup Yuki (jaringan ritel), Olagafood (produsen mi instan Alhami) dan Sari Indocofood Corporation (Indocafe).

Mulai memutar bisnis dari Medan memang bukan pilihan yang keliru. Sumber daya alam di wilayah ini sangat memungkinkan orang terjun ke pentas bisnis. Kebanyakan mereka mengawali usaha dari agroindustri, khususnya bisnis kelapa sawit atau pengolahan minyak swait mentah (crude palm oil/CPO).

Maklum, menurut Jahja, sektor ini mampu tumbuh paling pesat dan menggiurkan. "Medan adalah sentra pengolahan CPO terbesar di Indonesia, bahkan mungkin se-Asia Tenggara," tuturnya. Menurut Jahja, 10 pengusaha besar di industri kelapa sawit berasal dari Medan.

Fenomena seperti itu sejatinya sudah terjadi selama pertengahan abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20. Bahkan, ketika itu disebutkan Medan adalah kota milik orang-orang kaya. Dengan berdagang hasil perkebunan yang laku terjual, mereka mudah mengeruk uang. Tak heran, saat itu banyak berdiri bangunan besar dan mewah di kota ini.

Dalam perjalanannya, bisnis yang berkembang di Kota Setepak Sirih ini tak semata agrobisnis, tetapi juga perdagangan, keuangan, transportasi dan jasa. Diterangkan Jahja, denyut bisnis Kota Medan lumayan kencang, meski tak sekencang Jakarta. "Mirip Surabayalah," ia menandaskan. Di masa krisis pun, masyarakat bisnis di ibu kota Sumatera Utara ini nyaris tak terpengaruh. "Banyak wanita dari kalangan bisnis di kota ini getol belanja ke Singapura dan Malaysia. Penerbangan ke Singapura, Penang dan Kualalumpur selalu penuh," tuturnya.

Bahkan, sektor perdagangan mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Pada 2001, sektor ini menyumbang 35,19% ke PDRB (Rp 12,06 triliun), disusul sektor industri 20,65%, angkutan 14,44%, keuangan 9,57% dan jasa 7,45%. Sektor pertanian yang mencatat pertumbuhan paling tinggi pada 2001 -- yakni 10,41% -- hanya berkontribusi 4,31%.

Medan memang sangat potensial sebagai kota bisnis. Maklum, letaknya memang strategis dan infrastrukturnya mendukung. Sungai Deli dan Sungai Babura yang melintasi kota berpenduduk 2 juta jiwa lebih itu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Juga, dengan adanya Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang ramai menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia Barat. Untuk mencapai pelabuhan ini, hanya diperlukan waktu tempuh sekitar 1 jam dari pusat kota lewat jalan tol (bebas hambatan).

Kota Medan juga memiliki bandara bertaraf internasional, Polonia. Tentu, ini memudahkan masyarakatnya berhubungan dengan kota-kota lain di Indonesia ataupun negara lain. Selain itu, juga terdapat dua kawasan industri di Medan, yakni Kawasan Industri Medan yang dekat dengan Pelabuhan Belawan dan Medan Star di tepi selatan Medan.

Faktor tak kalah penting yang menyebabkan dunia bisnis bertumbuh di kota seluas 26.510 hektare ini, daya beli masyarakatnya tinggi, karena pendapatan per kapita mereka mencapai Rp 6,26 juta. Ditambah, mereka adalah orang-orang yang royal berbelanja. Jumlah mobil mewah di kota ini barangkali cuma bisa dikalahkan Jakarta. Mobil sekelas Audi TT dan New Beetle sangat mudah dijumpai di Medan. Bahkan, tak jarang mereka pergi ke Singapura atau Malaysia sekadar kongko-kongko bersama rekan-rekannya di restoran mahal.

Sayang, perkembangan Medan sebagai kota bisnis, menurut pengamatan Kompas, seolah-olah tanpa perencanaan. Perkembangan kawasan industri, misalnya, makin merangsek ke pusat kota. Padahal, sejak 6 tahun lalu, Pemkot setempat sudah menyusun rencana pengembangan kota yang cukup bagus. Konsep ini dikenal dengan Mebidang -- singkatan dari Medan, Binjai dan Deli Serdang -- mirip konsep Jabotabek. Rencananya, Medan dijadikan sebagai kota inti yang terbagi lima wilayah pembangunan, sedangkan Kota Binjai dan beberapa kecamatan di Deli Serdang menjadi kota satelit. Sayang, konsep ini hanya di atas kertas alias berjalan di tempat.

Masalah lain yang dihadapi Medan, kurangnya pasokan listrik. Kelangkaan sumber energi, tentu saja, menghambat proses produksi pabrikan di Medan. Beberapa waktu lalu diberitakan, dua perusahaan yang membidangi perakitan alat-alat elektronik, yakni Matsushita dan Selangor Fielder memindahkan investasinya ke Republik Rakyat Cina, karena alasan kelangkaan listrik. Selain itu, ada investor lain yang menghentikan sebagian produksinya, seperti Sochi, Dinomogi dan Union.

Sementara itu, transportasi umum pun masih menjadi persoalan, yang membuat mobilitas masyarakat Medan agak tersendat. Sebagai kebutuhan utama masyarakat, seharusnya kota ini memiliki sarana transportasi umum yang jauh lebih baik daripada sekarang, misalnya bus-bus besar yang dilengkapi halte. Saat ini, sarana transportasi umum yang dikembangkan baru moda angkutan kota seukuran minibus atau Sudako (Suzuki dalam kota).

Toh, di tengah keterbatasannya itu, Medan tetap menyimpan potensi untuk kegiatan investasi. Dalam buku Kota Medan Pintu Gerbang disebutkan sejumlah komoditas industri besar dan menengah yang masih sangat potensial dikembangkan karena pasarnya masih terbuka, antara lain, minyak goreng eks kelapa sawit, barang-barang dari semen, obat antinyamuk, komponen dan suku cadang mesin industri, pakaian jadi/garmen dan barang-barang dari plastik. Adapun komoditas industri kecil, peluang yang sangat potensial adalah di industri sulaman bordir, konveksi, pengolahan kopi, pertukangan kayu dan minyak asiri.

Dukungan sumber bahan baku yang memadai di Medan memungkinkan pemodal punya kemampuan bersaing yang tinggi dalam berbagai komoditas tanpa memikul potensi risiko kerugian yang tak dapat diperkirakan. Dalam jangka panjang, kondisi investasi di Medan diharapkan mengarah ke karakteristik regional dengan kesesuaian antara industrial requirement dengan regional industrial availability. Dengan demikian, produk yang dihasilkan kota ini mampu pula bersaing di pasar ekspor, baik di kawasan ASEAN maupun dunia.

Jahja mengakui, dari segi lokasi, Kota Medan sangatlah strategis untuk berinvestasi/berbisnis karena dekat dengan Sijori (Singapura-Johor-Riau). Selain sektor bisnis yang disebutkan di atas, kelangkaan listrik, tentu saja, merupakan peluang perusahaan swasta berinvestasi di sektor kelistrikan. Lalu, disebutkan Jahja, bidang properti --seperti pembangunan mal, perumahan/apartemen -- masih butuh investasi baru.

Begitu pun sektor pariwisata, peluang pasarnya masih sangat terbuka untuk dikembangkan, karena selama ini belum tergarap secara baik. Padahal, Medan berpotensi menjadi daerah tujuan wisata. Selain Danau Toba dan Brastagi, masih ada objek wisata lain yang bila dikembangkan, misalnya pusat kota Medan sendiri, Taman Buaya di kawasan Sunggal, serta gedung-gedung tua yang dulu dimiliki orang-orang kaya di Medan. Selain itu, masih menurut Jahja, lembaga pendidikan -- khususnya untuk sekolah premium -- amat dibutuhkan, sebab masyarakat bisnis di kota ini cukup aware terhadap globalisasi.

"Dengan pendapatan per kapita yang tinggi plus perilaku royal berbelanja, sesungguhnya banyak peluang bisnis yang bisa digarap," Jahja menegaskan. Terlebih, dengan diberlakukannya otonomi daerah, Pemkot Medan bisa membuat aturan main sendiri untuk menarik investasi lebih besar lagi. Ini Medan, Bung! Silakan datang berbisnis.

newsonline

About newsonline

Terkenal dengan ragam kulinernya yang lezat, ibu kota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar yang berada di luar Pulau Jawa. Memiliki luas 265,1 kilometer persegi, letak Medan yang berada dekat dengan Selat Malaka menjadikannya sebagai kota perdagangan, bisnis, dan industri yang sangat penting di Indonesia.

Subscribe to this Blog via Email :

1 komentar:

Write komentar
13 Agustus 2014 pukul 05.30 delete

Orang Batak selain pintar menyanyi juga pintar berbisnis ya.

Camry mobil hybrid terbaik Indonesia

Reply
avatar
Perumahan Islami |   • Bisnis Bakrie |   • Bisnis Kalla |   • Rancang Ulang |   • Bisnis Khairul Tanjung |   • Chow Kit |   • Pengusaha |   • Ayo Buka Toko |   • Wisata |   • Medco |   • Fansur |   • Autopart |   • Rumpin |   • Berita Aja |   • SWPD |   • Polemik |   • Perkebunan |   • Trumon |   • Legenda Putri Hijau |   • Ambalat conflictTerumbu Karang |   • Budidaya Ikan Hias Air Tawar |   • Budidaya Sawit |   • FlyDubai |   • PT Skunk Engineering Jakarta |   • Sejarah |   • They Rape Aour Grandma |   • Museum Sumut |   • Sorkam |   • Study |   • Indonesian University |   • Scholarship in Indonesia |   • Arabian InvestorsD-8 |   • BRIC-MIT |   • Negeriads-ku |   • Panen Iklan |   • PPC Indo |   • Adsensecamp |   • PPCMuslim |   • Iklan-ku |   • Iklan Buku |   • Internet Desa |   • Lowongan Kerja |   • Cari Uang Online |   • Pengusaha Indonesia |   • Indonesia Defense |   • Directory Bisnis |   • Inpire |   • Biofuel |   • Innovation |  
loading...