“Ini Medan, Bung!” Ungkapan populer ini menyiratkan banyak nuansa. Bisa ditafsirkan sebagai semacam ancaman, bahwa jangan coba main-main kalau Anda lagi berada atau punya urusan di Kota Medan.
Pesan yang ingin disampaikan: Medan punya cara sendiri dalam memandang dan menyelesaikan persoalan hidup sehari-hari. Cara sendiri itu -- baik yang positif maupun negatif – adalah khas Medan dan tak bisa dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia.
Di sisi lain, “Ini Medan, Bung!” juga menyiratkan tuntutan bahwa orang tidak boleh gampang mengeluh, cengeng, atau minta banyak diperhatikan dan dilayani. Semua persoalan harus dihadapi dan diatasi sendiri, dengan cara apa pun. Langgam hidup seperti itulah yang juga sangat mewarnai sepak terjang para pengusahanya, yang kebanyakan beretnis Tionghoa.
Pesan yang ingin disampaikan: Medan punya cara sendiri dalam memandang dan menyelesaikan persoalan hidup sehari-hari. Cara sendiri itu -- baik yang positif maupun negatif – adalah khas Medan dan tak bisa dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia.
Di sisi lain, “Ini Medan, Bung!” juga menyiratkan tuntutan bahwa orang tidak boleh gampang mengeluh, cengeng, atau minta banyak diperhatikan dan dilayani. Semua persoalan harus dihadapi dan diatasi sendiri, dengan cara apa pun. Langgam hidup seperti itulah yang juga sangat mewarnai sepak terjang para pengusahanya, yang kebanyakan beretnis Tionghoa.
Sikap ngotot dan tak gampang menyerah itu terbukti telah melahirkan deretan pengusaha kakap, bukan saja di tingkat lokal tapi juga di pentas bisnis nasional. Sebagian kecil dari mereka, misalnya, Sukanto Tanoto alias Tan Kang Hoo (pemilik Grup Raja Garuda Mas); Djajadi Djaja alias Chow Ming Hua (bos Wicaksana Overseas International); Martua Sitorus alias Thio Seng Hap (pemilik PT Karya Prajona Nelayan, raja industri CPO Indonesia); Shindo Sumidomo alias Heng Hok Soei (pemilik PT Siantar Top, penguasa ratusan merek makanan ringan); Anton Chen Tjia (pemilik Grup Kota Baru); dan Winardie Lie (pemilik Jatayu Air).
Dari zaman penjajahan Belanda hingga sekarang, pengusaha etnis Tionghoa di Medan memang terkenal gigih, ulet dan cenderung nekat. Agar pembicaraan ini bisa lebih jernih dan kontekstual, mau tak mau sejenak kita merunut ke belakang untuk menyibak pendahulu atau perintisnya. Seperti tercatat dalam lembaran sejarah bisnis di Medan, Cina perantauan pertama yang membuka lahan bisnis di Medan adalah Tjong A Fie, yang datang ke Tanah Deli bersama abangnya, Tjong Yong Hian. Mereka berangkat dari tanah kelahirannya di Desa Moy Hian, Kanton, tahun 1875. Awalnya mereka membuka perkebunan tembakau dan menetap di Labuhan Deli, sekitar 20 km dari pusat kota Medan.
More
Dari zaman penjajahan Belanda hingga sekarang, pengusaha etnis Tionghoa di Medan memang terkenal gigih, ulet dan cenderung nekat. Agar pembicaraan ini bisa lebih jernih dan kontekstual, mau tak mau sejenak kita merunut ke belakang untuk menyibak pendahulu atau perintisnya. Seperti tercatat dalam lembaran sejarah bisnis di Medan, Cina perantauan pertama yang membuka lahan bisnis di Medan adalah Tjong A Fie, yang datang ke Tanah Deli bersama abangnya, Tjong Yong Hian. Mereka berangkat dari tanah kelahirannya di Desa Moy Hian, Kanton, tahun 1875. Awalnya mereka membuka perkebunan tembakau dan menetap di Labuhan Deli, sekitar 20 km dari pusat kota Medan.
More
2 komentar
Write komentarDi jalan Sampul ada tuh tempat jual makanan yang enak. bagi yang gak tau, jalan sampul itu kita lurus terus dari jalan pabrik tenun, smpe lewat simpang yg ada rumah sakit royal prima, jalan lurus terus nah itu uda jalan sampul. bagi admin saya saranin sekali2 jalan kesana. kalau bisa sekalian promosi Singapore Learning centre yah, di sampul mas residence, No. 1A :)
Reply