Medan memang banyak memberi inspirasi bagi para kreator. Sebagai salahsatu kota sejarah, Medan nyaris tidak luput dari bidikan para seniman kawakan yang kerap ditumpahkan dalam bentuk lukisan, fotografi, film, dan lain-lain. Tapi tak sedikit juga yang mewujudkannya dalam kaos. Salahsatunya Didik Hartadi.
Didik sebenarnya seorang pelancong. Dia sering bolak-balik Jawa-Medan. Sebagai pegiat travel, Didik tentu tidak ingin melupakan daerah yang pernah ia singgahi. Selain jepreten foto, ia sering membeli sesuatu yang khas dari tempat itu sebagai kenang-kenangan. Tapi di Medan, sepertinya tidak ada yang bisa dijadikan sebagai oleh-oleh khas selain makanan yang usianya cukup terbatas.
“Kalau dari Bali, ada kaos sebagai cenderamata. Setiap pulang dari Medan, kami hanya membawa makanan, yang cepat habis dan tidak bisa tahan lama,” ceritanya.
Didik merasa di Kota Medan banyak yang unik yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Dia sering mengambil gambar beca dayung, tukang pangkas di bawah pohon, ompung (sebutan kakes di tanah Batak), Danau Toba, dan sebagainya.
Lalu Didik berpikir untuk menjadikan keunikan ini sebagai lahan bisnis. Dia yakin kalau keunikan Kota Medan jika dipadukan ke dalam seni akan memberikan nilai komersil.
Didik sebenarnya seorang pelancong. Dia sering bolak-balik Jawa-Medan. Sebagai pegiat travel, Didik tentu tidak ingin melupakan daerah yang pernah ia singgahi. Selain jepreten foto, ia sering membeli sesuatu yang khas dari tempat itu sebagai kenang-kenangan. Tapi di Medan, sepertinya tidak ada yang bisa dijadikan sebagai oleh-oleh khas selain makanan yang usianya cukup terbatas.
“Kalau dari Bali, ada kaos sebagai cenderamata. Setiap pulang dari Medan, kami hanya membawa makanan, yang cepat habis dan tidak bisa tahan lama,” ceritanya.
Didik merasa di Kota Medan banyak yang unik yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Dia sering mengambil gambar beca dayung, tukang pangkas di bawah pohon, ompung (sebutan kakes di tanah Batak), Danau Toba, dan sebagainya.
Lalu Didik berpikir untuk menjadikan keunikan ini sebagai lahan bisnis. Dia yakin kalau keunikan Kota Medan jika dipadukan ke dalam seni akan memberikan nilai komersil.
Lama-lama, ia berpikir tentang media yang cocok. Dia memilih kaos sebagai media yang efektif. melalui kaos, ia merasa ada dua keungulan sekaligus, baik dari sisi promosi pariwisata ataupun dari sisi keunikan.
“Kami sengaja memilih kaos sebagai media untuk tingkat keefektifan. Selain bisa dibaca orang, identik dengan anak muda, dan satu hal lagi supaya anak muda cinta dengan Sumatera Utara khususnya Medan,” kenang lelaki 43 tahun ini.
Setelah merasa kaos cocok sebagai media promosi, akhirnya dia membuka usaha bermerk Medan Coy. Bisnis ini ia mulai tahun 2008 lalu.
Tak hanya sebagai media yang efektif, Didik sendiri memang sudah punya keahlian dalam sablon-menyablon. Makanya kalau bicara soal kualitas desain dan kaos, Medan Coy tak kalah dengan Dagadu ataupun yang sudah terkenal lainnya. Karena Medan coy sendiri memakai bahan yang langsung diambilnya dari Yogyakarta.
Untuk itulah masyarakat sangat antusias dengan baju buatan Medan Coy. Hal ini bisa dibuktikan dengan tingkat penjualan saat pameran di Medan Fair yang diadakan selama 6 hari, dimana 300 potong kaos ludes terjual. Saat ini omzet per bulan Didik mencapai Rp15 juta per bulan.
Untuk saat ini, Medan Coy memproduksi sekitar 100 kaos per hari. Untuk menjaga pelanggan agar tetap terpikat, Medan Coy menjaga kualitas kaos, kreatif dalam design dan selalu memamerkan karya seni terbaru.
“Biasanya kami meluncurkan desain terbaru dua kali dalam sebulan. Ada banyak desain yang akan dimodifikasi. Pokoknya jangan sampai kehilangan imajinasi,” tambahnya.
Harga yang dipatok cukup terjangkau buat anak muda. Seperti kain katun full Rp60 ribu dan katun combat Rp70 ribu. Hal lain yang menarik dari Medan Coy, kita bisa pesan dengan memilih bahan sendiri dan desain sesuai selera, dengan catatan pemesanan minimal tiga lusin.
More
“Kami sengaja memilih kaos sebagai media untuk tingkat keefektifan. Selain bisa dibaca orang, identik dengan anak muda, dan satu hal lagi supaya anak muda cinta dengan Sumatera Utara khususnya Medan,” kenang lelaki 43 tahun ini.
Setelah merasa kaos cocok sebagai media promosi, akhirnya dia membuka usaha bermerk Medan Coy. Bisnis ini ia mulai tahun 2008 lalu.
Tak hanya sebagai media yang efektif, Didik sendiri memang sudah punya keahlian dalam sablon-menyablon. Makanya kalau bicara soal kualitas desain dan kaos, Medan Coy tak kalah dengan Dagadu ataupun yang sudah terkenal lainnya. Karena Medan coy sendiri memakai bahan yang langsung diambilnya dari Yogyakarta.
Untuk itulah masyarakat sangat antusias dengan baju buatan Medan Coy. Hal ini bisa dibuktikan dengan tingkat penjualan saat pameran di Medan Fair yang diadakan selama 6 hari, dimana 300 potong kaos ludes terjual. Saat ini omzet per bulan Didik mencapai Rp15 juta per bulan.
Untuk saat ini, Medan Coy memproduksi sekitar 100 kaos per hari. Untuk menjaga pelanggan agar tetap terpikat, Medan Coy menjaga kualitas kaos, kreatif dalam design dan selalu memamerkan karya seni terbaru.
“Biasanya kami meluncurkan desain terbaru dua kali dalam sebulan. Ada banyak desain yang akan dimodifikasi. Pokoknya jangan sampai kehilangan imajinasi,” tambahnya.
Harga yang dipatok cukup terjangkau buat anak muda. Seperti kain katun full Rp60 ribu dan katun combat Rp70 ribu. Hal lain yang menarik dari Medan Coy, kita bisa pesan dengan memilih bahan sendiri dan desain sesuai selera, dengan catatan pemesanan minimal tiga lusin.
More
4 komentar
Write komentarbisa minta alamat dan nomor telp pengusaha kaosnya...tolong kirim ke kecak2000@yahoo.com ok
Replytoko nya di jalan apa yaa...???
Replytoko nya di jalan apa ya...???
ReplyI'm not bad, right? Forex mentor pro is still attractive. Forex course has owed you an apology.
Reply